Aku masih tak percaya diriku sampai di tempat ini. Langkah kakiku kian berat karena mendengar denting piano yang kau mainkan dengan apiknya. Aku hafal benar melodi itu. Kau selalu memainkannya untukku sampai pada beberapa waktu lalu. Waktu itu, kita masih dua orang bebas yang tahu bagaimana harus bahagia. Sedangkan kini, sepertinya hanya kau orang yang tahu bagaimana harus bahagia. Tidak denganku. Karena kata bahagia telah kehilangan maknanya sejak kau melangkah keluar dari lingkaran semu yang kita buat atas nama persahabatan. Berkali-kali aku mengutuki diriku sendiri. Bagaimana bisa aku mempunyai perasaan bodoh seperti ini. Perasaan bodoh yang terlambat kusadari. Hingga akhirnya aku harus jatuh cinta sendirian. Sementara kau jatuh pada hati yang lain. Dan kini, kau mengundangku ke sini untuk menyaksikan semuanya. Hal yang paling tidak ingin kulihat dalam sejarah kehidupanku. *** Sudah dua hari sejak pengakuan itu aku hanya duduk di atas kursi malas. Mata
Belajar dari hidup, belajar menjadi hidup.