Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Hanya Mengagumi

Aku menahan napas (kalau memang bisa disebut begitu). Wangi qlinique happy milik Saphire menyeruak di udara. Sial! Aku tidak bisa menahan untuk tidak menghirupnya dalam-dalam, meski aku tahu itu tak berfungsi apa-apa selain hanya menambah candu. Ia baru saja lewat di hadapanku dengan langkah-langkah cepatnya. Bahkan hanya dari langkah saja ia sudah begitu memesona. Sementara aku masih terbius oleh parfum Saphire, ia sudah berlalu dari pandanganku. Hari ini Saphire cantik sekali meski dengan gayanya yang seperti biasa: kaos bergambar band-band ternama dunia—kali ini The Beatles—dan celana jeans serta sneakers kesayangan yang sudah usang. Aku tahu ia sudah memakai itu sejak satu tahun belakangan. Kurasa gaya itu pas sekali dengannya, seolah diciptakan memang untuk dia seorang. Usai mencerna parfum manusia terindah itu, aku segera menyusuri lorong ini untuk mengikuti jejaknya. Rupanya hidungku sudah terlalu peka dengan wanginya. Tidak sampai lima menit aku menemukan kembali diri

Hujan 28 Oktober

Hujan kali ini seolah mengejekku karena sedang tak bisa menikmatinya. Guyurannya yang begitu deras seolah menggodaku untuk berlari ke bawah langit, membiarkan partikel-partikel yang susul menyusul jatuh itu menerpa tubuhku. Aku takut menggigil, takut bertambah pusing. Sial! Seharusnya aku tak sakit. Seharusnya badanku baik-baik saja agar hujan ini tak terasa begitu tragis. Mimpi buruk semalam, ditambah hujan deras ini adalah komposisi yang pas untuk merapal doa, bersimpuh, sedikit menggalau, merenung. Hanya untuk meyakinkan bahwa itu sekadar mimpi absurd yang lenyap seperti asap ketika mata terbuka. Nyatanya hujan kali ini hanya memaksaku untuk berdiam. Kembali ke mimpi buruk semalam. Andai itu benar terjadi, maka aku akan nekad berdiri di bawah hujan, menantang sinar lampu mobil yang menyilaukan itu menerjang ke arah tubuhku. Aku tak sanggup, tak bisa menghadapinya. Hujan memang selalu bisa menjadi alasan untuk sebuah hal. Jangan salahkan mimpi, jangan salahkan hujan. Aku mencintaimu,

Cerita Kecil dari Hujan yang Kesekian

Aku begitu tergesa-gesa melakukan ritual pra-menulisku: mandi. Bahkan aku belum melakukan ritual satunya: makan. Aku demikian hanya karena tidak mau melewatkan hujan. Yeah, mungkin semua orang tahu bahwa aku adalah penggemar hujan paling fanatik. Bahkan di dalam kamar mandi yang kecil dan pengap lagi membatasi ruang gerak (itu karena aku biasa menari-nari asal), aku masih berharap hujan tidak akan tergesa-gesa berlalu. Akhirnya tuntas membebaskan tubuh dari debu kota. Aku beranjak ke atap untuk menikmati hujan kali ini. Di bawah sana pemandangan yang selalu menjadi demikian semrawut : lalu lintas. Adalah ironis ketika telapak tanganku menengadah berusaha menangkap tetesan hujan yang sejuk, di bawah sana para penguasa jalan yang saling berebut dan egois menciptakan kehebohan. Klakson dibunyikan kencang-kencang, berlama-lama. Mereka sungguh bodoh. Dan saling menyebut bodoh. Untuk apa membisingkan kota yang sudah terlalu bising? Apa harus ada teriakan dulu dari orang di depan, &quo