Langsung ke konten utama

Postingan

Tips Mengatasi Homesick

  Kamu tinggal jauh dari rumah? Sering merasa rindu namun tidak bisa pulang karena suatu keharusan? Ketika ribuan kilometer memisahkan, apa yang bisa kita lakukan? Banyak dari kita yang harus merantau untuk mencapai apa yang kita cita-citakan. Mungkin saat ini kamu adalah seorang mahasiswa yang harus menimba ilmu di kampus yang jauh. Atau mungkin kamu harus bekerja di kota yang berbeda atau bahkan di negara lain. People , rasa rindu yang membuncah memang sering datang menghampiri kita yang ada di perantauan. Jauh dari kehangatan keluarga dan rumah tempat kita dibesarkan dapat membuat kita kehilangan semangat. Kalau sudah begitu, kita tidak akan maksimal dalam menjalankan aktivitas. Bisa-bisa berpengaruh pada kinerja dan prestasi kita. Nggak mau, kan mengalaminya? Yuk, kita simak serangkaian tips berikut! 1.        Manfaatkan alat komunikasi Saat ini teknologi sudah canggih. Terutama teknologi dalam berkomunikasi. Di mana pun kamu berada, kamu tetap bisa terhubung dengan orang-or
Postingan terbaru

Ini yang Harus Kamu Ingat Kalau Lagi Capek Kuliah

  Aktivitas rutin yang dilakukan sehari-hari terkadang membuat kita jenuh. Terlebih jika apa yang kita lakukan tidak berjalan lancar. Sama halnya dengan kuliah. Selama 5 hari dalam seminggu kita akan berhadapan dengan berbagai tipe mata kuliah. Ditambah juga dengan kegiatan di luar akademis. Pasti ada saatnya kamu merasa capek. Itu hal yang wajar kok. Tapi, jangan keterusan ya! Nah, kalau kamu lagi capek kuliah, coba ingat hal-hal berikut ini untuk mengembalikan semangatmu. 1. Orang tua Kamu mahasiswa rantau? Kapan terakhir kali kamu menelepon orang tua? Kalau kamu bahkan sudah lupa, yuk segera ambil ponselmu untuk berkabar dengan mereka! Mendengar suara mereka akan membuat semangatmu yang hilang muncul kembali. Beruntunglah kalian yang kuliah tanpa harus ngekost, karena kalian bisa bertemu dengan orang tua setiap hari. Tentu kalian juga tahu bagaimana pengorbanan orang tua agar kalian bisa sampai di sini. Jadi jangan sia-siakan usaha mereka ya! 2. Perjuangan Tidak ada penc

“Kapan Nikah?” dan Bahasan Semprul Lainnya

Gue perempuan berumur hampir 24 tahun. Sekarang-sekarang ini udah nggak aneh lagi kalau denger kabar atau dapet undangan temen nikah. Nggak jarang juga gue dapet pertanyaan ngehe macem” “lo kapan nikah?” dsb dsb. Menurut gue, nikah itu urusan masing-masing orang. Lo mau nikah umur berapa, sama siapa, dengan cara gimana, di mana, mau ijab doang apa pake ngundang Judika. Itu bener-bener urusan masing-masing. Gue sampe sekarang nggak ngerti sih apa maksud orang-orang yang mikirin “kapan sih tuh anak nikah?” Kurang kerjaan? Mungkin itu alasan terbaik yang masuk logika gue. Gue nggak jarang juga ketemu orang yang impiannya menikah. Oh, come on ! Gue nggak nganggep itu salah sih. Tapi serius impian lo itu doang? Lo nggak pengen jadi penulis buku atau desainer atau pengusaha atau seniman? Menurut gue menikah itu bukan cuma soal diri sendiri. Makanya gue nggak pernah menempatkan menikah itu sebagai impian gue. Sebagian besar orang pasti akan menikah pada waktunya. Ya iyalah katanya n

Semua Manusia itu Sama dan Berbeda

Menginjak bulan ketiga pasca lulus. Daisyflo masih jalan meski ada beberapa masalah. Gue juga nyambi nulis artikel lagi. Hidup gue lumayan menyenangkan. Meski, pertanyaan eek macem "kapan kawin?" "masih nganggur aja?" "udah ngelamar ke mana aja?" kerap kali berdengung di kuping. Minggu lalu gue pulang ke rumah. Ke Wonogiri dan ke Semarang. Mampir ke Jepara juga buat ketemu salah satu temen. Ngomongin soal temen, gue agak susah memaknai kata ini belakangan ini. Buat gue, temen itu soal ketulusan, bukan bullshit. Mungkin gue terlalu baper. Tapi kok rasanya susah banget ya buat menempatkan seseorang sebagai temen. Semakin tua gue semakin menyadari kalo kebanyakan orang yang ngaku temen itu nggak selalu tulus. Akan ada saatnya dia nggak "bersama" elo. Kenapa? Karena semua orang itu "sama". Gue bukan orang baik. Gue juga bukan orang yang nggak punya dosa. Tapi gue muak sama tingkah orang-orang di atas dramaturgi. Gini loh... kalo lo ca

Manusia yang Menjadi Tuhan

Kamis, 22 Desember 2016 menjadi moment besar dalam hidup gue. Akhirnya anak emak ini bisa maju sidang skripsi dan dinyatakan lulus. Senang, bahagia, haru, lega. Itu yang gue rasakan seketika. Akhirnya perjuangan mengalahkan diri sendiri itu sampai ke titik ini. Tapi kemudian gue nyadar bahwa ini bukanlah akhir. Masih ada tanggungan revisi untuk bisa wisuda 4 Februari nanti. Dan gue masih tetep nggak bisa tidur nyenyak, nggak kayak yang orang-orang bilang bahwa setelah sidang lo akan merasakan tidur ternikmat sepanjang masa. Gue tau nanti gue juga akan merasakannya, tapi nggak sekarang. Nanti setelah gue udah bener-bener selesai dengan kewajiban gue sebagai mahasiswa. Kata orang, kehidupan pasca kampus adalah hutan belantara. Gue enggak mengkhawatirkan itu karena sejak tau kalau es krim itu nikmat, gue udah merasakan hidup di hutan belantara. Yang gue herankan adalah munculnya fenomena "manusia menjadi tuhan". Jauh sebelum gue sampai ke titik ini, gue udah kenyang dengan cur

Plan B

Gue nggak tahu apakah setiap orang punya planning dalam hidupnya. Kalau dilihat dari kebanyakan temen gue, mereka cuma menjalani hidup mereka sekemananya aja. Mungkin mereka udah percaya dengan takdir atau garis hidup. Tapi gue rasa hidup kayak gitu bakal bikin susah diri sendiri. Lo harus punya rencana--yaa walaupun mungkin suatu saat rencana lo bakal jadi sekadar wacana. Ngomongin soal rencana hidup, gue ngerasa banget ini perlu ketika lagi down. Yaa seperti saat ini: deadline skripsi seminggu lagi, nggak bisa tidur nyenyak, dan nggak bisa mikir, plus masalah-masalah LDR tak berujung yang gue nggak tahu sebenarnya semua itu salah siapa. Gue sedang berada dalam masa sulit. Mungkin gue terlalu kolokan, mungkin gue terlalu egois. Yaelah masak iya orang kudu dewasa mulu. Ditambah lagi gue nggak dapet dukungan dari orang yang paling gue harapkan--iya, emang salah gue karena berharap sama manusia. But wait, gue nggak akan berharap kalau nggak dikasih harapan duluan. So, if you know wha

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cantik.