Seorang lelaki yang sayang padamu tidak akan mampu berjauhan lama denganmu. Seorang lelaki yang mencintaimu tidak akan pernah meninggalkanmu setelah mendekatimu. Jika berjalan dia akan selalu menyamakan langkah denganmu. Jika berlari dia akan selalu mengimbangimu. Dia ingin selalu ada apa pun keadaan yang dihadapi. Seperti apa pun situasinya. Semua doktrin itu telah melekat padaku. Tidak ada yang bisa mengeditnya.
Tidak ada kata kepergian untuk kembali. Tidak ada kata berjauhan demi mencari setumpuk uang untuk membeli rumah dan selingkar cincin. Aku tidak perlu ikatan berwujud dunia. Aku tidak perlu dilegalkan semua orang.
Dan kau tahu? Bahwa tidak ada kata berpisah demi mempersiapkan masa depan yang baik. Kau masa depanku dan aku yang seharusnya menjadi masa depanmu. Ada kita di sana.
Tidak ada yang lebih baik bagi sepasang pecinta kecuali sebuah kebersamaan. Aku tahu itu semua. Kau juga. Aku telah mengatakan seluruh poin impianku padamu.
Aku pastikan kau mendengar detailnya kala itu. Karena aku berbisik tepat di telingamu.
Dan ketika kau katakan akan pergi. Membuat jarak ribuan kilo denganku, aku tahu hubungan kita sudah berakhir.
Ngeri rasanya membayangkan semua itu. Tak sadarkah kau sudah cukup jauh jarak di antara kau dan aku hingga terkadang terlalu sulit untuk menyebut kata "kita"? Aku gila tanpa kau. Aku pasti mati pelan-pelan. Dan kau menjadi seorang pembunuh.
Tidak ada lagi punggung yang kupeluk. Tempat kuletakkan pelipisku di cekungan itu. Tidak ada lagi jantung yang bisa kudengar detaknya.
Aku ketakutan. Bahkan ranjang ini terlalu lebar untuk kutiduri sendiri. Lihat! Semua yang ada di sini menolak kepergianmu. Tapi egomu masih tetap tinggi hingga kukunci mulutku selamanya.
Pedih. Sakit. Mataku panas. Lemas. Lumpuh.
Sudah tidak ada lagi yang bisa menahanmu di sini. Bahkan dengan setiap jengkal tubuh telanjangku. Ternyata kaulah lelaki yang paling sulit untuk dicintai. Bahkan semua yang telah kita bagi bersama tak pernah cukup membuatmu tetap di sini. Aku kalah. Sepenuhnya.
Lalu aku mulai melukis utuh bayangmu. Membelai udara kosong di sisi lain ranjang ini. Di sana ada semua lekuk yang pernah kusentuh. Fatamorgana. Aku tetap mencoba sekuat tenaga. Hingga kudengar suara-suara yang memanggilku "si gila".
Komentar
Posting Komentar