Langsung ke konten utama

Coretan Ketiga



Hujan kumohon Pergi
          Rasa sakit dan kecewa memenuhi langit hatiku. Aku tak tahu kapan persisnya pesawat itu jatuh dan meledak hingga hancur berkeping-keping. Ya pesawat yang membawaku ke Seoul di dalam mimpiku yang amat sangat indah namun menyakitkan itu telah jatuh ke lautan. Ditelan ombak dan badai. Membuatku terlempar dari dunia yang ternyata hanya kualami saat aku terpejam karena kantuk. Aku menangis tanpa mengerti harus lakukan apa. Ya aku belum siap untuk menerima kenyataan. Rasa cinta aneh yang tak tertahankan menyiksaku.
Dan kamu berada di dalam setiap kanvas di ruangan ini, tersenyum. Selalu itu saja yang kamu lakukan. Dan. Bodohnya aku yang tak pernah memintamu untuk merubahku menjadi benci terhadapmu. Aku senang dalam pedihku. Aku tertawa-tawa sementara sebagian dari diriku menangis. Tapi kupikir untuk apa terus menangis karena mimpi yang indah telah Tuhan tiupkan padaku. Setidaknya aku merasa sedang dalam perjalananku menemuimu.
Mimpi itu membekas. Aku mengingatnya dengan sangat sempurna. Hujan hujan dan hujan menemani. Lalu aku berjalan menghindar. Keluar dari pandanganku pada kanvas-kanvas itu. Setengah berlari aku menuju tanah yang tak dinaungi apapun. Air mata itupun menyatu dengan hujan yang masih saja indah. Seperti sejak pertama aku mengerti bahwa setiap hujan memiliki arti.
Tapi hujan ini cukup sampai disini saja. Kumohon berhentilah hingga tak menetes lagi. Aku ingin membuang sedih dan sakit. Aku ingin lepas darinya dan kembali mencintaimu lagi dengan luar biasa. Aku akan selalu memaklumi setiap senyum anehmu saat aku melakukan apapun. Karena bagiku itu adalah segalanya.
Setiap Hujan Tidak Hanya Membuatmu Basah
Aku mengerti sekarang. Hujan hari ini seperti air mata perempuan. Dalam perjalanan pulang dengan gaunku yang basah, aku melihat setiap kenangan yang berhubungan dengan air mata. Terlalu banyak air mata yang telah jatuh dari setiap perempuan. Bohong jika mereka bilang tidak pernah menangis. Perempuan lebih sering menangis karena hatinya.
Dan aku masih berjalan. Tiba-tiba di hadapanku terpampang sangat jelas senyummu. Meski terkena air hujan yang beberapa saat lalu turun, kau sangat memesona. Maut, kupikir. Potretmu bersama grand piano itu sangat menarik mata setiap orang yang melintas. Aku membaca tulisan besar di sebelahmu. “Konser Akhir Tahun. 2013”. Ya Tuhan! Kau akan datang. Benarkah ini? Kau akan ke negeriku membawa wangi Seoul bersamamu.
Ya aku berterima kasih pada hujan yang mengajakku keluar dari ruangan itu dan memberi tahuku akan kedatanganmu akhir tahun nanti. Sampai jumpa sayangku.
To be continued..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cantik.

Cewek Korean Gue (Sepenggal Kesan tentang Dedare Sukeraje)

  Selamat pagi para pejuang penantian! Ciyeee yang lagi menanti-nanti sang pujaan hati… Sabar ya! Kalo kata gebetan gue, “sabarmu akan berbuah manis, Dik.” Tapi yo embuh asline yo, Mas ? Pas banget, kali ini gue mau cerita nih soal seseorang yang juara banget kalo soal urusan pernantian. Menantikan kehadiran sang jodoh misalnya. Ya gimana enggak, secara dia pemegang rekor menjomblo terawet di antara kita bertiga. Cewek yang nggak pernah galauin cowok. Nggak kek gue dan Cimut yang sering banget galau. Gapapa sih, asal nggak galauin lakik orang. XD So, ladies and gentlemen , mari kita sambut kedatangan dedare Sukeraje kitaaaa… Rika!   Rika gue ini adalah anak keempat dari empat bersaudara. Terus gue nggak tahan gitu deh buat nggak nyeritain sedikit hal ajaib tentang keluarganya. Jadi nama bapaknya Rika ini—yang sangat merepresentasikan hobinya, yaitu ngejailin anaknya sendiri dan teman-temannya yang dateng ke rumah—adalah Bapak Jailani. Emaknya nggak pernah terkalah