Langsung ke konten utama

Coretan Kedua



Senja Selanjutnya
Semburat jingga telah pergi beberapa saat tadi. Kini langit di jendela kamarku berubah ungu. Mungkin sebentar lagi akan muncul bintang-bintang cantik yang berbinar-binar. Namun di tempat seperti ini akan sangat sulit mengharapkan munculnya bintang. Cahaya dari bumi yang terpancar ke langit meredupkan sinar mereka. Bintang pun enggan untuk tampak. Mungkin mereka lelah karena terus beradu dengan sinar menyilaukan yang sangat tidak bersahabat. Manusia di bumi memang suka sekali melebih-lebihkan hidupnya. Mereka menerangi ruang-ruang kosong dengan jutaan watt. Mereka membuat taman lampu yang indah untuk dinikmati sendiri tanpa memikirkan perasaan alam. Bahkan bintang pun tidak setuju dengan ini. Tapi tempat berdiam bintang terlalu jauh untuk menyampaikan pesannya pada manusia. Hanya mereka yang selalu melihat langitlah yang terkadang mengerti.
Lama sekali yang kutatap hanya langit kosong. Warna ungunya telah berubah lebih hitam, namun tidak hitam. Hanya saja menjadi lebih gelap. Lalu bagaimana dengan langit disana? Aku hanya dapat kembali bertanya tanpa memperoleh jawaban. Kau akan terlalu sibuk untuk menengadah pada langit. Sebenarnya sederhana saja. Kau hanya harus memberiku satu senyuman dan aku tak akan membutuhkan jawaban apa pun lagi. Kau tahu langitku yang megah, aku masih tetap mencintaimu sampai tiada lagi yang bisa membuatku bertahan.

Starry Dream
“Jangan terlalu tergesa untuk tidur”, Aku mengingatkan diri sendiri. Tapi mataku sudah perih. Saat ini mengharapkan bintang seperti sesuatu yang mustahil. Ah, langit itu tidak seharusnya kosong kalau ia bisa lebih indah. Lalu dimana aku harus mencari inspirasi lagi? Jadi malam ini haruskah lembaran kosong itu akan tetap putih bersih. Atau mungkin menjadi satu hal yang tak akan pernah berharga. Maaf jika malam ini aku tak melukismu dan berbicara padamu. Karena tak ada satupun keindahan yang dapat menggambarkanmu. Kecuali jika kau mau disamakan dengan angin yang dingin. Gambar dirimu sebenarnya yang sangat dengan sengaja kusembunyikan dari mataku sendiri.
Lalu mata ini perlahan-lahan dan semakin lama semakin tak jelas melihat apa...
Aku masih memikirkan bagaimana jika hari ini kau tak kupikirkan. Sebenarnya sama saja. Kau tetap hanya akan semakin membuatku menjadi gila. Lebih gila dan bahkan sampai mati akan seperti itu. Tapi aku yang hanya sebagai pemuja tak bisa beralih dengan apa pun. Sulit memang untuk memahami bagaimana cinta yang tak begitu masuk akal terjadi. Dan hanya akan membuatku semakin dalam tenggelam jika harus selalu mencari alasan-alasan tak berarti bagaimana perasaanku terhadapmu semakin dan semakin kuat. Di Seoul nanti aku akan menemukanmu.
Sedang pukul tujuh malam ketika benda ini membawaku melayang di udara. Daratan di bawah sana semakin kecil dari pandanganku. Cahaya-cahaya lampu yang banyak itu terlihat seperti jutaan kunang-kunang. Aku sedang dalam perjalanan sayangku. Aku ingin mencari penjelasan mengapa kau bisa membuatku gila sedangkan kau hanya tersenyum dari jauh sana tanpa memantrai ataupun mengayunkan tongkat sihir kepadaku. Aku ingin tahu mengapa cinta begitu anehnya. Dan inilah jalan yang kupilih. Terbang ke Seoul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cantik.

Cewek Korean Gue (Sepenggal Kesan tentang Dedare Sukeraje)

  Selamat pagi para pejuang penantian! Ciyeee yang lagi menanti-nanti sang pujaan hati… Sabar ya! Kalo kata gebetan gue, “sabarmu akan berbuah manis, Dik.” Tapi yo embuh asline yo, Mas ? Pas banget, kali ini gue mau cerita nih soal seseorang yang juara banget kalo soal urusan pernantian. Menantikan kehadiran sang jodoh misalnya. Ya gimana enggak, secara dia pemegang rekor menjomblo terawet di antara kita bertiga. Cewek yang nggak pernah galauin cowok. Nggak kek gue dan Cimut yang sering banget galau. Gapapa sih, asal nggak galauin lakik orang. XD So, ladies and gentlemen , mari kita sambut kedatangan dedare Sukeraje kitaaaa… Rika!   Rika gue ini adalah anak keempat dari empat bersaudara. Terus gue nggak tahan gitu deh buat nggak nyeritain sedikit hal ajaib tentang keluarganya. Jadi nama bapaknya Rika ini—yang sangat merepresentasikan hobinya, yaitu ngejailin anaknya sendiri dan teman-temannya yang dateng ke rumah—adalah Bapak Jailani. Emaknya nggak pernah terkalah