Senja Selanjutnya
Semburat jingga telah pergi beberapa saat tadi. Kini langit
di jendela kamarku berubah ungu. Mungkin sebentar lagi akan muncul
bintang-bintang cantik yang berbinar-binar. Namun di tempat seperti ini akan
sangat sulit mengharapkan munculnya bintang. Cahaya dari bumi yang terpancar ke
langit meredupkan sinar mereka. Bintang pun enggan untuk tampak. Mungkin mereka
lelah karena terus beradu dengan sinar menyilaukan yang sangat tidak
bersahabat. Manusia di bumi memang suka sekali melebih-lebihkan hidupnya.
Mereka menerangi ruang-ruang kosong dengan jutaan watt. Mereka membuat taman
lampu yang indah untuk dinikmati sendiri tanpa memikirkan perasaan alam. Bahkan
bintang pun tidak setuju dengan ini. Tapi tempat berdiam bintang terlalu jauh
untuk menyampaikan pesannya pada manusia. Hanya mereka yang selalu melihat
langitlah yang terkadang mengerti.
Lama sekali yang kutatap hanya langit kosong. Warna ungunya
telah berubah lebih hitam, namun tidak hitam. Hanya saja menjadi lebih gelap.
Lalu bagaimana dengan langit disana? Aku hanya dapat kembali bertanya tanpa
memperoleh jawaban. Kau akan terlalu sibuk untuk menengadah pada langit.
Sebenarnya sederhana saja. Kau hanya harus memberiku satu senyuman dan aku tak
akan membutuhkan jawaban apa pun lagi. Kau tahu langitku yang megah, aku masih
tetap mencintaimu sampai tiada lagi yang bisa membuatku bertahan.
Starry Dream
“Jangan terlalu tergesa untuk tidur”, Aku mengingatkan diri
sendiri. Tapi mataku sudah perih. Saat ini mengharapkan bintang seperti sesuatu
yang mustahil. Ah, langit itu tidak seharusnya kosong kalau ia bisa lebih
indah. Lalu dimana aku harus mencari inspirasi lagi? Jadi malam ini haruskah
lembaran kosong itu akan tetap putih bersih. Atau mungkin menjadi satu hal yang
tak akan pernah berharga. Maaf jika malam ini aku tak melukismu dan berbicara
padamu. Karena tak ada satupun keindahan yang dapat menggambarkanmu. Kecuali
jika kau mau disamakan dengan angin yang dingin. Gambar dirimu sebenarnya yang
sangat dengan sengaja kusembunyikan dari mataku sendiri.
Lalu mata ini perlahan-lahan dan semakin lama semakin tak
jelas melihat apa...
Aku masih memikirkan bagaimana jika hari ini kau tak
kupikirkan. Sebenarnya sama saja. Kau tetap hanya akan semakin membuatku
menjadi gila. Lebih gila dan bahkan sampai mati akan seperti itu. Tapi aku yang
hanya sebagai pemuja tak bisa beralih dengan apa pun. Sulit memang untuk
memahami bagaimana cinta yang tak begitu masuk akal terjadi. Dan hanya akan
membuatku semakin dalam tenggelam jika harus selalu mencari alasan-alasan tak
berarti bagaimana perasaanku terhadapmu semakin dan semakin kuat. Di Seoul
nanti aku akan menemukanmu.
Sedang pukul tujuh malam ketika benda ini membawaku
melayang di udara. Daratan di bawah sana semakin kecil dari pandanganku.
Cahaya-cahaya lampu yang banyak itu terlihat seperti jutaan kunang-kunang. Aku
sedang dalam perjalanan sayangku. Aku ingin mencari penjelasan mengapa kau bisa
membuatku gila sedangkan kau hanya tersenyum dari jauh sana tanpa memantrai
ataupun mengayunkan tongkat sihir kepadaku. Aku ingin tahu mengapa cinta begitu
anehnya. Dan inilah jalan yang kupilih. Terbang ke Seoul.
Komentar
Posting Komentar