Langsung ke konten utama

Sampai Mati

Ada hal-hal yang sampai kapan pun tidak dapat diterima oleh seorang manusia. Salah satunya mati. Entah apa yang membuatku ingin menulis ini. Mungkin karena sudah dekat momen bertambahnya usiaku. Mungkin juga karena hal lain yang aku tidak tahu.

Mati. Satu kata yang mengakhiri semuanya. Bahkan sesuatu yang dianggap paling tak terkalahkan di dunia pun kalah oleh kematian. Sesuatu itu adalah waktu. Jika maut datang, habis sudah waktu. Makanya aku tidak memuja waktu. Aku tidak mau memikirkan waktu. Tapi sebaliknya, aku justru memikirkan mati.

Ketika melihat orang lain di sekeliling, aku merasa tidak ada pencapaian yang sudah kulakukan. Aku berada di titik nol. Di usia hampir meninggalkan dua puluh. Semoga saja sampai ke sana.

Aku masih punya banyak mimpi. Yang mungkin jika kutuliskan tak akan cukup selembar kertas A4 dengan ukuran 12 pt. Tapi yang lebih penting dari itu adalah aku masih punya tugas besar. Aku tidak boleh mati sebelum semua itu kutuntaskan.

Ada satu hal yang tidak dapat kuterima yang kadang muncul dalam diri setiap manusia. Termasuk juga aku. Sombong. Tapi aku terus mencoba mengalahkannya. Karena jika aku diam saja dan kesombongan itu merajai diriku, hancur sudah! Aku hanya akan mati sia-sia.

Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa membentak diriku, memaki diriku, mengatakan dengan lantang, "bangsat! Kau hanya jenis makhluk hidup yang banyak mengeluh. Ingat dari apa kau dibuat, bodoh! Hanya dari satu sel sperma dan sel telur yang bersatu. Hanya dari benda seremeh itu kau punya kehidupan! Mengeluh saja sampai mati!"

Di sebuah halte sambil menunggu bikun yang mengantar pulang. Tanpa memuja waktu. Mati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Wedding Dream

Pepohonan hampir menyembunyikanku dari keramaian. Aku sudah berlari cukup jauh. Untung saja aku adalah mantan atlet atletik di kampus dulu. Sebuah menara kini menjulang di hadapanku seolah bangunan itu baru saja muncul di sana. Sepertinya menara itu bekas mercusuar. Oh, yeah. Aku sekarang benar-benar mirip seorang Rapunzel. Memakai gaun lebar, heels , tiara cantik, dan menemukan sebuah menara. Apa aku juga harus memanjatnya?                 Saat ini aku sedang dalam pelarian. Aku kabur dari pernikahan pantaiku. Apa lagi kalau bukan karena lelaki yang menjadi pengantinku adalah bukan yang kuinginkan. Sumpah demi Tuhan pernikahan itu memang impianku. Pernihakan tepi pantai yang serba putih dan berpasir dengan bau laut yang segar. Siapa sih yang tidak menginginkannya? Tapi pada menit-menit terakhir sebelum prosesi aku memilih kabur dan menghilang dari mata hadirin. Aku tidak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan...

Gadis Teh di Kedai Kopi

Secangkir espresso terhidang di atas meja. Aromanya sampai ke hidungku dalam sekejap. Kulirik sejenak tangan kurus yang baru saja meletakkannya. Aku lalu mencuri pandang sekilas ke arah wajahnya. Belum pernah kulihat pramusaji yang satu ini. Wajah bersih yang manis. Tiba-tiba aku teringat pada tokoh utama dalam novel yang sedang kutulis.             “Orang baru?” tanyaku tanpa menyudahi aktivitas membaca yang sejak tadi kulakukan.             Ia tak segera menjawab meski kutunggu hingga beberapa jenak. Kulirik ke bawah, tepat ke sepatunya. Ia masih di sana, bergeming.             Aku tidak biasa dihiraukan. Kutarik napas dalam-dalam seraya meletakkan novel di samping cangkir espresso yang masih mengepul. Kualihkan pandangan pada si gadis pramusaji. “Kau tak dengar pertanyaanku?” lemparku sekali lagi.   ...

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j...