Langsung ke konten utama

Sepenggal Perjalanan

         Perjalanan kali ini menyajikan satu momen yang berbeda. Entah mengapa orang-orang yang kutemui terkesan ramah hampir seperti keluarga. Mereka dan aku seolah sudah mengenal selama bertahun-tahun. Aku pernah dengar sebuah kalimat bagus:
“Merantaulah dan kau kan temukan saudara.”
          Mungkin sepenggal kalimat itu memang selalu mewakili kenyataan pada orang-orang yang pernah bepergian. Mungkin petualang, mungkin perantau yang mencari penghidupan ataupun ilmu. Hal seperti ini yang pasti mengingatkanku bahwa hidup tidak pernah sendiri. Pada setiap momen sepi pasti ada, meski siapa pun itu, bersamamu di sana. Mungkin hanya sekedar melihat, tersenyum, atau bahkan berbagi apa saja. Mungkin itu orang-orang baru atau seseorang yang telah sangat dekat di hati kita. Hidup itu indah kawan!
          Yeah. Jika kita masih berfikir bahwa, “aku memang ditakdirkan untuk tudak bahagia.” Maka cepat-cepat coret bagian itu di kepalamu. Mana mungkin Tuhan melukiskan takdir yang buruk! Bukankah Tuhan itu Maha Indah?
          Sekarang begini saja. Siapa yang bisa membuat hidup seseorang bahagia jika ia tak mengizinkan dirinya sendiri bahagia? Pertanyaan retoris.
          Sebuah perjalanan yang menyenangkan akan bagus untukmu. Bagiku sebuah tindakan keluar dari tempat bernaung setiap hari bukanlah sesuatu yang sia-sia. Ketika kita memutuskan untuk melakukan perjalanan, bersamaan dengan itu pasti ada tujuan, sadar atau pun tidak.
          Manusia memang makhluk paling kompleks. Selain cinta bahkan manusia membutuhkan impian. Menarik bukan? Ya. Impian merupakan hal paling tidak bisa diabaikan. Pernah dengar orang-orang yang mengabaikan impian hidup mereka bahagia? Kurasa tidak.
          Dan kuberi tahu, salah satu impianku yang paling berharga dan tidak ingin kuabaikan begitu saja adalah perjalanan-perjalanan. Tidak masalah ke mana arahnya, seperti apa tempat yang dituju, bersama siapa. Esensi perjalanan sebenarnya lebih dari itu semua. Bahkan perjalananmu bisa saja memperkenalkanmu pada mimpi baru. Sebuah impian yang mungkin tak pernah terlintas sebelumnya. Bagaimana?
          Lukislah mimpimu. Bangun sebuah trek perjalananmu sendiri. Lebih pekalah terhadap setiap detik yang kau lalui. Dan jangan lupa tambahkan saja apa-apa yang belum pernah kukatakan di sini. Jangan ragu untuk bahagia dengan caramu sendiri. Diam sejenak, atur napas, pikirkan setiap perpindahan tempat yang kita rasakan dengan tubuh sendiri. Temukan waktu yang pantas dan mulailah melangkah. Saranku, jangan pernah ragu pada titik itu. Impian dalam jiwa yang hidup akan menemukan perjalanannya sendiri. Tanyakan pada waktu jika kau berani. Tapi jangan berani berdebat!


Jakarta-Jogja, 23 April 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOK JADI MAINSTREAM GINI? (Curhatan Jomblo Newbie #Part 2)

Minum susu cokelat dulu biar kuat nyinyir... Deuh gue nggak tau kenapa tulisan gue jadi berubah mainstream dan random gini. Sejak mbaca blognya Misterkacang, ngubek-ngubek jombloo.co dan mojok.co (ciyeee bacaannya jomblo gitu amat) gue jadi ter- influence gaya nulis orang-orang gendeng macam penulis-penulis ini. Tambah lagi kemaren gue mbaca blognya si Keristiang yang susah gitu move-on dari Tata (deuh malah apal).  Ohiya, karena disponsori oleh si Coro (nama laptop gue yang beratnya kek bayi umur enem bulan) gue tinggalin di tempat Bude di Jakarta, gue ngetik dari HP nih. Jadi maap-maap kalo berantakan (kayak kisah cinta gue). Mau mbaca ya sukur, mau setop ya awas aja nyesel. Jadi gue mau ngomongin diri gue yang tiba-tiba berubah mainstream . Gue jadi jomblo ( mainstream banget kan?) dan gue jadi nulis-nulis tentang jomblo jugak. Sebab kenapa gue jomblo sudah gue uraikan dengan gamblang di belakang noh. Jadi nggak usah dibahas (takutnya entar lo gumoh). Iya...

PUTUS GITU DEH! (Curhatan Seorang Fresh-jomblo #Part 1)

Let’s take a deep breath … Rasanya kek udah sewindu gue nggak nulis blog. Gue nggak bakalan banyak alesan sih. Karena alesannya emang cuma satu: males. Gue punya banyak waktu (secara gue fresh -jomblo) dan punya banyak cerita (curhatan pribadi). Tapi saat mau nulis barang secuil cerpen pun, gue langsung ketimpa hawa males itu sendiri. Mungkin keadaan ini disponsori oleh gaya nulis gue yang belakangan selalu berbau romance dan drama. Ya, gue akui bahwa gue kepengaruh sama keadaan hati (pas lagi bahagia- long time ago ) plus drama-drama Korea yang sukses bikin gue lupa makan, mandi, bahkan bobok. “Ah udahlah, Des, nggak usah banyak cingcong. Jujur aja kalo lo habis putus.” Tiba-tiba sebuah suara gaib membuat gue melirik ke sudut-sudut kamar. Iya, gue emang baru putus lima-enam bulan lalu. Iya, sama pacar-lima-tahun yang selalu gue banggain itu. Tapi sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur (tinggal tambahin ayam suwir, bawang goreng sama kuah opor) buat sarapan. Puj...

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cant...