Langsung ke konten utama

Sebuah Cinta Sederhana

Apakah hal yang paling ingin kau lakukan bersama seseorang yang kau cintai? Bepergian? Mengunjungi tempat-tempat indah bersama? Atau yang lebih sederhana candle light dinner di tepi pantai? Atau menikmati kembang api malam tahun baru? Atau hanya sekadar menatap bintang-bintang pada malam biasa? Kalau aku tidak pernah melakukan semua itu dengan Zac. Bahkan jika suatu saat ingin pun aku masih bisa menahannya. Lagipula hingga kini aku tidak menginginkannya, begitu pun Zac. Cukup dengan kebersamaan kami bahagia.
Tapi ada satu hal teramat sederhana yang sungguh ingin kulakukan. Hal yang satu ini hampir sama tidak mungkinnya menjadi kenyataan dengan semua hal yang telah kusebutkan sebelumnya. Ya. Aku hanya ingin membalas tatapan matanya ketika menyambutku di awal hari. Selama ini aku hanya bisa membayangkan betapa indahnya mata Zac. Ia pernah mengatakan bahwa dirinya tak pernah bosan memperhatikanku. Itu berarti sepanjang waktu kebersamaan kami hampir seluruhnya tatapan mata Zac adalah milikku. Tapi katanya mataku jauh lebih indah dari miliknya. Ah, Zac. Ia bahkan mengaku sering bercermin ke dalam mataku. Katanya mataku sebening embun.
Memang aku hanya bisa membayangkannya. Setiap hari, sepanjang hidupku hingga saat ini. Dan setiap kali bayangan itu sudah keterlaluan menyeruak dalam khayalanku dan membuatku hampir gila, aku akan melukis wajah Zac dengan mata indahnya. Seperti saat ini. Dan seharian Zac akan menemaniku. Duduk dengan sabar di sampingku. Gelak tawanya sesekali membuatku meyakini bahwa aku sanggup hidup walau hanya dengan semua ini. Ia malaikatku.
Aku meletakkan kuasku. Pasti saat ini Zac sedang memandangi gambar wajahnya di kanvas itu. Aku berusaha melukisnya dengan segenap kemampuan yang kumiliki, seperti hari-hari sebelumnya. Tanpa melihat tentu saja. Kata Zac seluruh dinding sudah hampir penuh dengan gambar wajahnya. Katanya juga aku selalu tepat melukis dirinya. Kurasa ia terlalu berlebihan memujiku. Tapi setiap kata yang keluar dari bibir Zac bagaikan sejuta energi yang kuperlukan untuk bertahan. Terlebih ketika Zac bernyanyi. Aku bagai berada di surga paling indah. Mungkin itu yang disebut dengan cinta.
Zac menyanyikan sebuah lagu cinta kesukaanku di akhir senja kali ini. Matahari menghangati punggungku. Kepak burung-burung yang entah seperti apa rupanya terdengar di pepohonan. Wangi tubuh Zac memenuhi penciumanku. Berada dekat dengannya selalu membuatku tenang. Rasanya tak ada satu pun hal yang harus kukhawatirkan. Bahkan jika langit di atas kami runtuh tiba-tiba. Bahkan jika sesuatu yang besar menimpaku saat itu juga. Zac dan suara merdunya adalah aspirin.
“Hey Marsha,” ucap Zac padaku seusai bernyanyi.
“Ya?” sahutku.
“Kau mau tahu seperti apa langit hari ini?” tanyanya seraya menyenggol lenganku.
“Apa? Memang ada yang berbeda?” Aku mencondongkan tubuhku.
“Tuhan sedang melukis untuk kita,” bisik Zac.
“Seperti apa lukisan itu, Zac?” Aku penasaran dengan setiap kata yang akan terucap dari bibirnya. Zac selalu pintar membuat aku menduga-duga.
“Lukisan itu sama indahnya dengan apa yang selalu kulihat di matamu, Marsha.”
Zac lalu menggambar tiga buah garis melengkung di lenganku. Tidak butuh waktu lama untuk mencernanya. Aku mengangguk-angguk.
“Senja yang indah ya?” ucapku seraya menoleh. Kuharap tepat ke arahnya.
“Ah, bagiku kau selalu yang paling indah, Marsha.”
            Angin lembut berhembus. Gemerisik dedaunan mewarnai udara. Zac kembali bernyanyi merdu sampai di penghujung senja, membuat senja kali itu benar-benar indah. Ah, cinta…


<a href="http://www.sprayed-amore.com/p/lomba-blog-cintamenginspirasi.html"><img src="http://i305.photobucket.com/albums/nn234/thatshotproduction/Lomba-Blog-2014.jpg"></a>

Depok, 24 Mei 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Wedding Dream

Pepohonan hampir menyembunyikanku dari keramaian. Aku sudah berlari cukup jauh. Untung saja aku adalah mantan atlet atletik di kampus dulu. Sebuah menara kini menjulang di hadapanku seolah bangunan itu baru saja muncul di sana. Sepertinya menara itu bekas mercusuar. Oh, yeah. Aku sekarang benar-benar mirip seorang Rapunzel. Memakai gaun lebar, heels , tiara cantik, dan menemukan sebuah menara. Apa aku juga harus memanjatnya?                 Saat ini aku sedang dalam pelarian. Aku kabur dari pernikahan pantaiku. Apa lagi kalau bukan karena lelaki yang menjadi pengantinku adalah bukan yang kuinginkan. Sumpah demi Tuhan pernikahan itu memang impianku. Pernihakan tepi pantai yang serba putih dan berpasir dengan bau laut yang segar. Siapa sih yang tidak menginginkannya? Tapi pada menit-menit terakhir sebelum prosesi aku memilih kabur dan menghilang dari mata hadirin. Aku tidak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan...

Gadis Teh di Kedai Kopi

Secangkir espresso terhidang di atas meja. Aromanya sampai ke hidungku dalam sekejap. Kulirik sejenak tangan kurus yang baru saja meletakkannya. Aku lalu mencuri pandang sekilas ke arah wajahnya. Belum pernah kulihat pramusaji yang satu ini. Wajah bersih yang manis. Tiba-tiba aku teringat pada tokoh utama dalam novel yang sedang kutulis.             “Orang baru?” tanyaku tanpa menyudahi aktivitas membaca yang sejak tadi kulakukan.             Ia tak segera menjawab meski kutunggu hingga beberapa jenak. Kulirik ke bawah, tepat ke sepatunya. Ia masih di sana, bergeming.             Aku tidak biasa dihiraukan. Kutarik napas dalam-dalam seraya meletakkan novel di samping cangkir espresso yang masih mengepul. Kualihkan pandangan pada si gadis pramusaji. “Kau tak dengar pertanyaanku?” lemparku sekali lagi.   ...

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j...