Langsung ke konten utama

Plan B

Gue nggak tahu apakah setiap orang punya planning dalam hidupnya. Kalau dilihat dari kebanyakan temen gue, mereka cuma menjalani hidup mereka sekemananya aja. Mungkin mereka udah percaya dengan takdir atau garis hidup. Tapi gue rasa hidup kayak gitu bakal bikin susah diri sendiri. Lo harus punya rencana--yaa walaupun mungkin suatu saat rencana lo bakal jadi sekadar wacana.

Ngomongin soal rencana hidup, gue ngerasa banget ini perlu ketika lagi down. Yaa seperti saat ini: deadline skripsi seminggu lagi, nggak bisa tidur nyenyak, dan nggak bisa mikir, plus masalah-masalah LDR tak berujung yang gue nggak tahu sebenarnya semua itu salah siapa.

Gue sedang berada dalam masa sulit. Mungkin gue terlalu kolokan, mungkin gue terlalu egois. Yaelah masak iya orang kudu dewasa mulu. Ditambah lagi gue nggak dapet dukungan dari orang yang paling gue harapkan--iya, emang salah gue karena berharap sama manusia. But wait, gue nggak akan berharap kalau nggak dikasih harapan duluan. So, if you know what I mean...

Enggak, di sini gue nggak mau bahas laki terlalu detail. Intinya gue cuma lagi capek aja. Dan gue nggak tahu apakah nanti semuanya membaik atau makin buruk. Mungkin banyak orang yang bakal ngetawain gue. Gue yang dulu nggak pernah musingin soal cinta, soal hidup, gue yang super cuek, tapi sekarang sok-sokan ngebahas rencana hidup. Tapi, gue rasa lo bakal ngerti kalau lo berada dalam posisi umur segini dengan semua masalah hidup yang tae banget.

Gue belum selesai dengan diri gue sendiri. Bukan, ini bukan cuma soal skripsi. Gue rasa, buat mengarahkan hidup gue seperti yang gue mau akan butuh waktu yang sangat lama. Lo bakal setuju kalau lo tahu gimana kacaunya hidup gue sejak awal. Karena gue yang belum selesai ini, gue jadi berpikir untuk membalik plan B gue menjadi plan A. Anyway, plan B gue adalah bagian rencana yang paling egois karena sebagian besar cuma tentang bagaimana gue nanti hidup, bukan tentang orang lain atau siapa pun.

Plan A: sederhana saja. Gue pengen hidup seperti cewek pada umumnya. Lulus, kembangin bisnis, kerja, nabung, beliin rumah emak, nikah, dan hidup sampai tua sama keluarga bahagia yang gue bangun dari bawah.

Plan B: meninggalkan semua rencana A dan hidup seenak jidat. Gue cuma mau nyari uang banyak sampai gue bisa beli rumah buat emak. Setelah itu gue bakal traveling ke banyak tempat. Gue mau tinggal nomaden. Gue nggak akan terikat dengan apapun atau siapapun. Gue akan mencintai kalau gue mau--dan nggak mau pusing sama perkara percintaan yang kadang berasa tae banget. Gue mau nulis banyak buku dan bernapas sampai gue bosan hidup. Gue nggak akan mengkhawatirkan apapun.

Yaa itulah gue. Kalau lo sering baca buku atau nonton film, lo mungkin bakal mengerti kalau manusia itu tidak pernah ada yang hitam dan putih. Gue nggak masalah kalau lo mau menghina rencana hidup gue. Saat ini gue muak dengan manusia, gue muak dengan hidup yang gue jalani.

Soal plan B gue, ini adalah masa di saat gue pengen banget mengimplementasikan itu. Persetan sama plan A yang seolah gue bakal jadi versi diri gue yang paling baik di mata banyak orang. Dalam plan B, gue bisa menjadi versi diri gue yang terbaik meski dalam keadaan terburuk. Gue udah beneran muak. Boleh kan ya kalau gue misuh sekali ini? Bangsat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Wedding Dream

Pepohonan hampir menyembunyikanku dari keramaian. Aku sudah berlari cukup jauh. Untung saja aku adalah mantan atlet atletik di kampus dulu. Sebuah menara kini menjulang di hadapanku seolah bangunan itu baru saja muncul di sana. Sepertinya menara itu bekas mercusuar. Oh, yeah. Aku sekarang benar-benar mirip seorang Rapunzel. Memakai gaun lebar, heels , tiara cantik, dan menemukan sebuah menara. Apa aku juga harus memanjatnya?                 Saat ini aku sedang dalam pelarian. Aku kabur dari pernikahan pantaiku. Apa lagi kalau bukan karena lelaki yang menjadi pengantinku adalah bukan yang kuinginkan. Sumpah demi Tuhan pernikahan itu memang impianku. Pernihakan tepi pantai yang serba putih dan berpasir dengan bau laut yang segar. Siapa sih yang tidak menginginkannya? Tapi pada menit-menit terakhir sebelum prosesi aku memilih kabur dan menghilang dari mata hadirin. Aku tidak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan...

Gadis Teh di Kedai Kopi

Secangkir espresso terhidang di atas meja. Aromanya sampai ke hidungku dalam sekejap. Kulirik sejenak tangan kurus yang baru saja meletakkannya. Aku lalu mencuri pandang sekilas ke arah wajahnya. Belum pernah kulihat pramusaji yang satu ini. Wajah bersih yang manis. Tiba-tiba aku teringat pada tokoh utama dalam novel yang sedang kutulis.             “Orang baru?” tanyaku tanpa menyudahi aktivitas membaca yang sejak tadi kulakukan.             Ia tak segera menjawab meski kutunggu hingga beberapa jenak. Kulirik ke bawah, tepat ke sepatunya. Ia masih di sana, bergeming.             Aku tidak biasa dihiraukan. Kutarik napas dalam-dalam seraya meletakkan novel di samping cangkir espresso yang masih mengepul. Kualihkan pandangan pada si gadis pramusaji. “Kau tak dengar pertanyaanku?” lemparku sekali lagi.   ...

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j...