Gue nggak tahu apakah setiap orang punya planning dalam hidupnya. Kalau dilihat dari kebanyakan temen gue, mereka cuma menjalani hidup mereka sekemananya aja. Mungkin mereka udah percaya dengan takdir atau garis hidup. Tapi gue rasa hidup kayak gitu bakal bikin susah diri sendiri. Lo harus punya rencana--yaa walaupun mungkin suatu saat rencana lo bakal jadi sekadar wacana.
Ngomongin soal rencana hidup, gue ngerasa banget ini perlu ketika lagi down. Yaa seperti saat ini: deadline skripsi seminggu lagi, nggak bisa tidur nyenyak, dan nggak bisa mikir, plus masalah-masalah LDR tak berujung yang gue nggak tahu sebenarnya semua itu salah siapa.
Gue sedang berada dalam masa sulit. Mungkin gue terlalu kolokan, mungkin gue terlalu egois. Yaelah masak iya orang kudu dewasa mulu. Ditambah lagi gue nggak dapet dukungan dari orang yang paling gue harapkan--iya, emang salah gue karena berharap sama manusia. But wait, gue nggak akan berharap kalau nggak dikasih harapan duluan. So, if you know what I mean...
Enggak, di sini gue nggak mau bahas laki terlalu detail. Intinya gue cuma lagi capek aja. Dan gue nggak tahu apakah nanti semuanya membaik atau makin buruk. Mungkin banyak orang yang bakal ngetawain gue. Gue yang dulu nggak pernah musingin soal cinta, soal hidup, gue yang super cuek, tapi sekarang sok-sokan ngebahas rencana hidup. Tapi, gue rasa lo bakal ngerti kalau lo berada dalam posisi umur segini dengan semua masalah hidup yang tae banget.
Gue belum selesai dengan diri gue sendiri. Bukan, ini bukan cuma soal skripsi. Gue rasa, buat mengarahkan hidup gue seperti yang gue mau akan butuh waktu yang sangat lama. Lo bakal setuju kalau lo tahu gimana kacaunya hidup gue sejak awal. Karena gue yang belum selesai ini, gue jadi berpikir untuk membalik plan B gue menjadi plan A. Anyway, plan B gue adalah bagian rencana yang paling egois karena sebagian besar cuma tentang bagaimana gue nanti hidup, bukan tentang orang lain atau siapa pun.
Plan A: sederhana saja. Gue pengen hidup seperti cewek pada umumnya. Lulus, kembangin bisnis, kerja, nabung, beliin rumah emak, nikah, dan hidup sampai tua sama keluarga bahagia yang gue bangun dari bawah.
Plan B: meninggalkan semua rencana A dan hidup seenak jidat. Gue cuma mau nyari uang banyak sampai gue bisa beli rumah buat emak. Setelah itu gue bakal traveling ke banyak tempat. Gue mau tinggal nomaden. Gue nggak akan terikat dengan apapun atau siapapun. Gue akan mencintai kalau gue mau--dan nggak mau pusing sama perkara percintaan yang kadang berasa tae banget. Gue mau nulis banyak buku dan bernapas sampai gue bosan hidup. Gue nggak akan mengkhawatirkan apapun.
Yaa itulah gue. Kalau lo sering baca buku atau nonton film, lo mungkin bakal mengerti kalau manusia itu tidak pernah ada yang hitam dan putih. Gue nggak masalah kalau lo mau menghina rencana hidup gue. Saat ini gue muak dengan manusia, gue muak dengan hidup yang gue jalani.
Soal plan B gue, ini adalah masa di saat gue pengen banget mengimplementasikan itu. Persetan sama plan A yang seolah gue bakal jadi versi diri gue yang paling baik di mata banyak orang. Dalam plan B, gue bisa menjadi versi diri gue yang terbaik meski dalam keadaan terburuk. Gue udah beneran muak. Boleh kan ya kalau gue misuh sekali ini? Bangsat!
Ngomongin soal rencana hidup, gue ngerasa banget ini perlu ketika lagi down. Yaa seperti saat ini: deadline skripsi seminggu lagi, nggak bisa tidur nyenyak, dan nggak bisa mikir, plus masalah-masalah LDR tak berujung yang gue nggak tahu sebenarnya semua itu salah siapa.
Gue sedang berada dalam masa sulit. Mungkin gue terlalu kolokan, mungkin gue terlalu egois. Yaelah masak iya orang kudu dewasa mulu. Ditambah lagi gue nggak dapet dukungan dari orang yang paling gue harapkan--iya, emang salah gue karena berharap sama manusia. But wait, gue nggak akan berharap kalau nggak dikasih harapan duluan. So, if you know what I mean...
Enggak, di sini gue nggak mau bahas laki terlalu detail. Intinya gue cuma lagi capek aja. Dan gue nggak tahu apakah nanti semuanya membaik atau makin buruk. Mungkin banyak orang yang bakal ngetawain gue. Gue yang dulu nggak pernah musingin soal cinta, soal hidup, gue yang super cuek, tapi sekarang sok-sokan ngebahas rencana hidup. Tapi, gue rasa lo bakal ngerti kalau lo berada dalam posisi umur segini dengan semua masalah hidup yang tae banget.
Gue belum selesai dengan diri gue sendiri. Bukan, ini bukan cuma soal skripsi. Gue rasa, buat mengarahkan hidup gue seperti yang gue mau akan butuh waktu yang sangat lama. Lo bakal setuju kalau lo tahu gimana kacaunya hidup gue sejak awal. Karena gue yang belum selesai ini, gue jadi berpikir untuk membalik plan B gue menjadi plan A. Anyway, plan B gue adalah bagian rencana yang paling egois karena sebagian besar cuma tentang bagaimana gue nanti hidup, bukan tentang orang lain atau siapa pun.
Plan A: sederhana saja. Gue pengen hidup seperti cewek pada umumnya. Lulus, kembangin bisnis, kerja, nabung, beliin rumah emak, nikah, dan hidup sampai tua sama keluarga bahagia yang gue bangun dari bawah.
Plan B: meninggalkan semua rencana A dan hidup seenak jidat. Gue cuma mau nyari uang banyak sampai gue bisa beli rumah buat emak. Setelah itu gue bakal traveling ke banyak tempat. Gue mau tinggal nomaden. Gue nggak akan terikat dengan apapun atau siapapun. Gue akan mencintai kalau gue mau--dan nggak mau pusing sama perkara percintaan yang kadang berasa tae banget. Gue mau nulis banyak buku dan bernapas sampai gue bosan hidup. Gue nggak akan mengkhawatirkan apapun.
Yaa itulah gue. Kalau lo sering baca buku atau nonton film, lo mungkin bakal mengerti kalau manusia itu tidak pernah ada yang hitam dan putih. Gue nggak masalah kalau lo mau menghina rencana hidup gue. Saat ini gue muak dengan manusia, gue muak dengan hidup yang gue jalani.
Soal plan B gue, ini adalah masa di saat gue pengen banget mengimplementasikan itu. Persetan sama plan A yang seolah gue bakal jadi versi diri gue yang paling baik di mata banyak orang. Dalam plan B, gue bisa menjadi versi diri gue yang terbaik meski dalam keadaan terburuk. Gue udah beneran muak. Boleh kan ya kalau gue misuh sekali ini? Bangsat!
Komentar
Posting Komentar