Langsung ke konten utama

Pementasan Tunggal Teater Universitas Indonesia

     
           Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater UI yang selalu ditunggu-tunggu penampilannya oleh penikmat teater dari berbagai kalangan, pada bulan Mei 2014 mendatang akan menggelar sebuah pementasan tunggal berjudul “Nyonya Zachanassian Pulang”. Pementasan ini akan dilaksanakan dua kali dalam satu hari yaitu pukul 14.00-16.00 dan 20.00-22.00. Sebelum menyaksikannya di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki 4 Mei mendatang silakan simak dahulu sinopsisnya.
Nyonya Zachanassian Pulang merupakan sebuah karya luar biasa Friedrich Durrenmatt dengan judul asli “Der Besuch der alten Dame” (Kunjungan Nyonya Tua)[1]. Naskah drama berbau feminis ini menggambarkan dunia sosial dengan tragedi dan parodi yang kompleks. Mengambil setting sebuah Kota di Eropa Tengah bernama Gullen, drama ini berkisah tentang seorang Nyonya Jutawan yang kembali berkunjung ke tanah kelahirannya setelah puluhan tahun pergi karena akan menuntut sebuah keadilan. Nyonya Zachanassian namanya kini, namun oleh penduduk Gullen ia dikenal dengan nama kecilnya: Klari Wacher, dengan panggilan akrab: Klara.
Kunjungannya ke kota yang tanpa gairah kehidupan, tanpa harapan, hampir mati, rusak dan penuh debu, serta tanpa kesejahteraan itu membawanya kembali pada satu kenangan. Masa-masa ketika ia berpacaran dengan seorang lelaki bernama Alfred Ill. Masa ketika awalnya manis namun berakhir dengan pahit. Klara muda menjadi  korban ketidakadilan. Ia menjadi perempuan yang dihinakan dan dibuang. Ia harus menanggung kesalahan yang bahkan bukan hanya kesalahannya sendiri.
Mereka kembali bertemu di stasiun kereta tempat Sang Nyonya, yang juga membawa rombongan dan sebuah peti mati, baru saja menghentikan paksa sebuah kereta ekspres yang semestinya tidak berhenti di sana. Memang sudah sejak lama kereta ekspres tak berhenti, hanya kereta langsam saja yang berhenti. Gullen telah ditinggalkan oleh kejayaannya. Bahkan kereta ekspres saja enggan mampir.
Warga Kota Gullen hidup dengan menggantungkan diri pada dana sosial. Tak ada pekerjaan yang pasti. Hampir semua profesi tidak menghasilkan apa-apa. Kontras sekali dengan rombongan Nyonya yang bergelimang kekayaan.
Apa yang ditemui Sang Nyonya dalam kunjungan itu adalah seorang Alfred Ill yang sudah tua, lebih renta dari dirinya. Lelaki yang dulu membuatnya bahagia namun tiba-tiba membuangnya demi seorang gadis pemilik toko kelontong yang kemudian dinikahinya. Hal itu terjadi setelah hubungan mereka sangat dekat. Setelah Klara dan Alfred bekerja sama mencuri kentang untuk dibayarkan pada seorang janda hanya karena mereka berdua ingin menikmati tidur bersama di ranjang empuk sang janda.
Klara muda frustasi. Ia ditinggalkan Alfred dalam keadaan hamil. Sebelumnya ia menuntut tanggung jawab Alfred atas itu namun dengan kelicikannya ia mengatur semuanya agar bisa terbebas dari tanggung jawabnya. Klara yang malang meninggalkan Gullen dengan perasaan hancur. Setelah anaknya lahir dan hanya hidup beberapa jam, ia kemudian menjadi pelacur demi melanjutkan hidupnya.
Selang beberapa waktu seorang lelaki milyarder tua Zachanassian tertarik pada rambut merah Klara dan menikahinya. Sampai akhirnya harta sang lelaki tua jatuh pada Klara. Ia memulai hidup baru dengan cara yang tidak biasa. Segala hal dalam dirinya telah berubah. Ia berganti-ganti suami dan dari sekian banyak suaminya itu ia menumpuk lebih banyak kekayaan. Para suami yang tunduk padanya dijadikannya pelayan. Lelaki ia perlakukan sekehendak hatinya.
Klara ternyata seorang ahli strategi yang ulung. Diam-diam ia telah membuat sebuah rencana balas dendam yang tak terduga. Ia pula yang dengan sejuta cara dan kekayaannya membuat Gullen sekarat tanpa diketahui satu pun penduduk Gullen. Kegiatan ekonomi Gullen lumpuh total. Pabrik-pabrik dan tambang besar ditutup. Warga miskin Gullen harus makan dari kantin-kantin sosial.
Kedatangan seorang  Nyonya Jutawan ke Gullen merupakan sebuah momen besar bagi setiap penduduk kota. Harapan muncul di mana-mana secara tiba-tiba. Harapan yang kemudian mengubah setiap dari mereka menjadi buas. Apalagi ketika Sang Nyonya membuat sebuah pengumuman penting. Ia menjanjikan uang yang sangat banyak untuk Gullen dengan satu syarat: keadilan baginya. Ini berarti hukuman setimpal untuk Alfred atas kesalahannya di masa lalu.
Sebuah persidangan spontan digelar dalam acara penyambutan Sang Nyonya. Orang-orang yang ada di persidangan itu semuanya telah dipersiapkan oleh Klara dengan rapi. Alfred terbukti bersalah. Ia tak bisa lagi mengelak. Namun oleh karena memandang keberadaan Alfred sebagai penduduk kota yang “budiman” selama ini, maka seluruh warga Gullen membela dirinya.
Hari-hari berjalan di Gullen. Secara tiba-tiba kesejahteraan meningkat. Seluruh warga mendapat barang-barang istimewa. Alfred amat terkejut dengan keadaan itu. Ia ketakutan sehingga mencari perlindungan kesana-kemari. Namun dalam usahanya ia justru menemukan bahwa seluruh warga Gullen memiliki senapan di tangannya. Alfred pun semakin ketakutan. Bahkan peti mati Sang Nyonya telah dihias dengan karangan-karangan bunga. Namun seluruh warga beralasan dengan kompak mengatakan bahwa mereka membawa-bawa senapan karena macan kumbang peliharaan Nyonya Zachanassian lepas, mereka harus memburunya. Pernyataan itu tak mampu membohongi Alfred.
Lalu apa yang didapatkan oleh Alfred? Sanggupkah ia menghadapi tekanan itu? Apakah balas dendam Sang Nyonya akan berhasil? Bagaimana nasib seluruh warga Gullen kemudian? Di mana letak kelucuannya? Penasaran dengan akhir kisah yang penuh teka-teki sekaligus menegangkan ini? Bulan Mei 2014 mendatang semua pertanyaan itu akan terjawab dengan luar biasa.
Teater UI prodly present
Pementasan Tunggal Teater Universitas Indonesia
“NYONYA ZACHANASSIAN PULANG”
Sutradara: Alvian Siagian
Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki
Minggu, 4 Mei 2014 (pukul 14.00-16.00 dan 20.00-22.00)
HTM: Balkon 40K | Wing 50K | Kelas 1 75K | VIP 100K
CP : Zakia (081298911458)

[1] Durrenmatt, Friedrich. 1991. Der Besuch der alten Dame. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cantik.

Cewek Korean Gue (Sepenggal Kesan tentang Dedare Sukeraje)

  Selamat pagi para pejuang penantian! Ciyeee yang lagi menanti-nanti sang pujaan hati… Sabar ya! Kalo kata gebetan gue, “sabarmu akan berbuah manis, Dik.” Tapi yo embuh asline yo, Mas ? Pas banget, kali ini gue mau cerita nih soal seseorang yang juara banget kalo soal urusan pernantian. Menantikan kehadiran sang jodoh misalnya. Ya gimana enggak, secara dia pemegang rekor menjomblo terawet di antara kita bertiga. Cewek yang nggak pernah galauin cowok. Nggak kek gue dan Cimut yang sering banget galau. Gapapa sih, asal nggak galauin lakik orang. XD So, ladies and gentlemen , mari kita sambut kedatangan dedare Sukeraje kitaaaa… Rika!   Rika gue ini adalah anak keempat dari empat bersaudara. Terus gue nggak tahan gitu deh buat nggak nyeritain sedikit hal ajaib tentang keluarganya. Jadi nama bapaknya Rika ini—yang sangat merepresentasikan hobinya, yaitu ngejailin anaknya sendiri dan teman-temannya yang dateng ke rumah—adalah Bapak Jailani. Emaknya nggak pernah terkalah