Langsung ke konten utama

Semua Manusia itu Sama dan Berbeda

Menginjak bulan ketiga pasca lulus. Daisyflo masih jalan meski ada beberapa masalah. Gue juga nyambi nulis artikel lagi. Hidup gue lumayan menyenangkan. Meski, pertanyaan eek macem "kapan kawin?" "masih nganggur aja?" "udah ngelamar ke mana aja?" kerap kali berdengung di kuping.

Minggu lalu gue pulang ke rumah. Ke Wonogiri dan ke Semarang. Mampir ke Jepara juga buat ketemu salah satu temen. Ngomongin soal temen, gue agak susah memaknai kata ini belakangan ini. Buat gue, temen itu soal ketulusan, bukan bullshit.

Mungkin gue terlalu baper. Tapi kok rasanya susah banget ya buat menempatkan seseorang sebagai temen. Semakin tua gue semakin menyadari kalo kebanyakan orang yang ngaku temen itu nggak selalu tulus. Akan ada saatnya dia nggak "bersama" elo. Kenapa? Karena semua orang itu "sama".

Gue bukan orang baik. Gue juga bukan orang yang nggak punya dosa. Tapi gue muak sama tingkah orang-orang di atas dramaturgi. Gini loh... kalo lo capek, lo tinggal bilang capek. Kalo lo pengen berhenti, lo tinggal bilang berhenti. Nggak perlu ngebela diri.

Manusia itu punya ingatan yang pendek. Makhluk yang paling sering lupa. Nah, kalo lo lupa, kadang ada yang ngingetin. Kadang. Mungkin lo lupa bahwa dulu pernah ada di posisi "susah-seneng bareng". Dan sekarang ini lo lagi seneng aja, susahnya ditinggal di belakang. Gue ketawa aja sih di bagian ini.

Lo nggak perlu menjadi orang menyebalkan cuma karena nggak bisa berterus terang. Kalo lo lupa, mungkin lo perlu tau bahwa lo dulu pernah benci banget sama orang yang menyebalkan. Tapi kok sekarang lo jadi orang yang sama? Ahahaha!

Tuh kan, gue jadi terbawa banget sama emosi. Karena semua orang sama. Ya, lo pikir lo udah jadi orang yang berbeda dari orang biasa. Tapi pola pikir itu yang bikin lo sama aja. Ngeselin banget ya tulisan ini?

Nah, mungkin lo menganggap semua orang sama, cuma lo doang yang berbeda. Lo mungkin yakin banget bahwa lo sangat mengenal diri lo sendiri. Tapi lo lupa, lo pernah punya temen yang juga pelan-pelan mengenal siapa lo sebenarnya.

Tulisan ini nggak bagus. Terlalu penuh emosi. Gue emang nggak niat bikin tulisan bagus. Tulisan ini cuma sebagai pengingat buat diri sendiri. Biar nanti nanti nggak keblonyok lagi karena "urusan temen" ini.

Sebenernya ada masalah apa sih, Des? Ahahahahahahaha! Ketawa aja yang kenceng.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOK JADI MAINSTREAM GINI? (Curhatan Jomblo Newbie #Part 2)

Minum susu cokelat dulu biar kuat nyinyir... Deuh gue nggak tau kenapa tulisan gue jadi berubah mainstream dan random gini. Sejak mbaca blognya Misterkacang, ngubek-ngubek jombloo.co dan mojok.co (ciyeee bacaannya jomblo gitu amat) gue jadi ter- influence gaya nulis orang-orang gendeng macam penulis-penulis ini. Tambah lagi kemaren gue mbaca blognya si Keristiang yang susah gitu move-on dari Tata (deuh malah apal).  Ohiya, karena disponsori oleh si Coro (nama laptop gue yang beratnya kek bayi umur enem bulan) gue tinggalin di tempat Bude di Jakarta, gue ngetik dari HP nih. Jadi maap-maap kalo berantakan (kayak kisah cinta gue). Mau mbaca ya sukur, mau setop ya awas aja nyesel. Jadi gue mau ngomongin diri gue yang tiba-tiba berubah mainstream . Gue jadi jomblo ( mainstream banget kan?) dan gue jadi nulis-nulis tentang jomblo jugak. Sebab kenapa gue jomblo sudah gue uraikan dengan gamblang di belakang noh. Jadi nggak usah dibahas (takutnya entar lo gumoh). Iya...

PUTUS GITU DEH! (Curhatan Seorang Fresh-jomblo #Part 1)

Let’s take a deep breath … Rasanya kek udah sewindu gue nggak nulis blog. Gue nggak bakalan banyak alesan sih. Karena alesannya emang cuma satu: males. Gue punya banyak waktu (secara gue fresh -jomblo) dan punya banyak cerita (curhatan pribadi). Tapi saat mau nulis barang secuil cerpen pun, gue langsung ketimpa hawa males itu sendiri. Mungkin keadaan ini disponsori oleh gaya nulis gue yang belakangan selalu berbau romance dan drama. Ya, gue akui bahwa gue kepengaruh sama keadaan hati (pas lagi bahagia- long time ago ) plus drama-drama Korea yang sukses bikin gue lupa makan, mandi, bahkan bobok. “Ah udahlah, Des, nggak usah banyak cingcong. Jujur aja kalo lo habis putus.” Tiba-tiba sebuah suara gaib membuat gue melirik ke sudut-sudut kamar. Iya, gue emang baru putus lima-enam bulan lalu. Iya, sama pacar-lima-tahun yang selalu gue banggain itu. Tapi sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur (tinggal tambahin ayam suwir, bawang goreng sama kuah opor) buat sarapan. Puj...

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cant...