Langsung ke konten utama

Cinta | Mati

Mars
Kasihan. Itu yang kurasakan saat melihat orang itu begitu menyedihkan. Dulu dia mengecewakan banyak orang. Kini kulihat dia berusaha untuk berubah. Tapi orang-orang mengabaikannya. Dan aku terganggu dengan situasi ini. Sudah lama aku mencoba tidak peduli. Tapi ini sungguh tidak nyaman. Aku lalu bertanya pada kekasihku.
Venus
Kipikir tadinya aku tidak akan bisa lagi mencintai lelaki. Mereka semua akan brengsek pada waktunya. Tapi aku di sini sekarang. Menjalani cinta seolah belum pernah sehidup ini sebelumnya. Dia banyak mengubahku. Apa yang dia inginkan menjadi keinginanku. Aku selalu ada untuknya. Menjadi apa saja yang ia butuhkan terasa menyenangkan.
Mars
Dia selalu mendengarkanku. Akulah penguasa waktunya. Kutanyai ia perihal masalah yang menggangguku. Bahwa ada seorang kawan yang tidak punya teman karena kesalahannya dulu. Bahwa dia sudah berubah tapi tidak ada yang peduli. Bahwa itu menggangguku. Kekasihku menanggapi dengan baik.
Venus
Dia adalah lelaki cerdas meski jarang mengerti maksudku. Kode? Itu bukan hal yang dia sukai. Tapi kini aku justru menjadi terbiasa mengatakan langsung apa yang menjadi maksudku. Aku hanya tidak ingin membuatnya kesulitan. Toh perubahan ini tidak masalah buatku.
Dia lelaki yang baik pada semua orang. Aku mulai terbiasa dengan sifatnya. Mars punya kepedulian yang tinggi meski itu tidak berlaku pada dirinya sendiri. Hari ini dia bertanya padaku tentang sebuah masalah. Aku melihat ada rasa bersalah pada penuturannya. Lalu aku balik bertanya apakah ia ingin membantu. Aku sama sekali tidak tahu siapa orang itu. Kurasa aku hanya mengenalnya, bukan sekelilingnya. Ia terlalu sibuk untuk sekadar memperkenalkanku pada dunianya.
Mars
Ternyata ada juga saatnya perempuan tidak peka. Akan sangat sulit bagiku mengatakan bagian ini. Tapi akhirnya aku mengatakannya. Setelah dia tidak bisa menerka saat kutanya. Bahwa orang yang kumaksud itu adalah perempuan sebelum dia. Bahwa aku sudah berusaha mengabaikannya tapi—sekali lagi—itu menggangguku.
Venus
Bangsat! Aku merasa sangat bodoh. Aku tahu Mars punya masa lalu. Dan aku menerima itu meski sulit. Aku berani mencintainya karena kupikir dia sudah sepenuhnya selesai di belakang sana. Dia lelaki yang bisa dipercaya. Ternyata! Dia bahkan masih sangat peduli. Dan dia menanyakan pendapatku. Salahkan kalau aku ingin meremukkan tulang-tulangnya?
Mars
Aku bertanya padanya karena kupikir dia akan memberiku cara yang brilian. Dia perempuan cerdas. Tapi dia bilang padaku sangat marah. Aku tidak tahu kalau reaksinya akan sedahsyat itu. Katanya aku menyakitinya. Katanya aku keterlaluan. Katanya aku tidak punya perasaan. Salahkan kalau aku berniat baik?
Venus
Tanyakan pada semua perempuan! Sakitkah itu? Dia tidak bisa mengabaikan orang lain. Itu membuatnya tidak nyaman. Tapi dia mengabaikan perasaanku. Dia terus berasumsi bahwa aku ingin dia tidak akur dengan mantannya. Dia bertanya apakah teman dan mantan itu berbeda. Apakah belum cukup bahwa kenyataan mereka bisa bertemu setiap hari sedangkan aku tidak itu sangat menggangguku? Aku ingin menggali lubang di bawah kakiku saja dan menghilang di sana selamanya.
Mars
Venus benar-benar marah. Seperti biasa, aku mengabaikannya untuk beberapa saat. Bukan karena aku tidak peduli pada perasaannya. Aku hanya tidak bisa menghadapi perempuan yang meledak-ledak. Kami berdebat panjang. Tapi katanya aku hebat dalam mencari alasan. Aku selalu bisa mencari pembenaran akan sikapku. Akhirnya aku mengaku salah. Tapi katanya aku terlalu banyak “tapi”.
Venus
Mars membuatku menangis tanpa ampun. Aku merasa hubungan ini tidak memiliki arti apa-apa. Dia mengacaukan pikiranku yang selama ini selalu coba kuredam. Karena kupikir kemungkinan terburuk yang kukhawatirkan itu tidak akan terjadi. Dan dia selalu menelan perkataanku tanpa tahu bahwa maksudku adalah sebaliknya. Apakah jika saat ini aku bilang “sekalian saja kalian balikan” itu juga akan dia lakukan? Siapa yang bodoh sebenarnya?
Mars
Venus tak terkendali. Apakah aku separah itu menyakitinya? Dia selalu mengatakan bahwa sebuah hubungan cinta perlu penyesuaian. Dia ingin aku berubah. Dia tidak menyukai diriku apa adanya. Aku tidak bisa melepasnya karena sekali kusayangi, perempuan itu akan sangat sulit kubenci. Tapi aku tidak ingin membebaninya. Maka kuserahkan keputusan padanya. Tapi dia malah meraung-raung.
Venus
Mars menusukku dengan pisau yang tumpul. Hingga dia harus menghunuskannya berkali-kali agar sampai pada punggungku. Sakit ini sudah keterlaluan. Dan dia bahkan tidak menyadarinya. Kutanya apa dia melepasku demi masa lalunya. Katanya dia tidak melepasku. Dia tidak melepasku tapi tidak berusaha membuatku tetap tinggal. Katanya dia tidak mau aku salah memilih.
Mars
Aku bersalah. Sudah kukatakan maaf.
Venus
Seharusnya dia tahu maaf saja tak akan menyelesaikan semuanya.
Mars
Aku berusaha berubah.
Venus
Dia mengabaikanku.
Mars
Aku lelah.
Venus
Dia membunuhku pelan-pelan.
***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOK JADI MAINSTREAM GINI? (Curhatan Jomblo Newbie #Part 2)

Minum susu cokelat dulu biar kuat nyinyir... Deuh gue nggak tau kenapa tulisan gue jadi berubah mainstream dan random gini. Sejak mbaca blognya Misterkacang, ngubek-ngubek jombloo.co dan mojok.co (ciyeee bacaannya jomblo gitu amat) gue jadi ter- influence gaya nulis orang-orang gendeng macam penulis-penulis ini. Tambah lagi kemaren gue mbaca blognya si Keristiang yang susah gitu move-on dari Tata (deuh malah apal).  Ohiya, karena disponsori oleh si Coro (nama laptop gue yang beratnya kek bayi umur enem bulan) gue tinggalin di tempat Bude di Jakarta, gue ngetik dari HP nih. Jadi maap-maap kalo berantakan (kayak kisah cinta gue). Mau mbaca ya sukur, mau setop ya awas aja nyesel. Jadi gue mau ngomongin diri gue yang tiba-tiba berubah mainstream . Gue jadi jomblo ( mainstream banget kan?) dan gue jadi nulis-nulis tentang jomblo jugak. Sebab kenapa gue jomblo sudah gue uraikan dengan gamblang di belakang noh. Jadi nggak usah dibahas (takutnya entar lo gumoh). Iya...

PUTUS GITU DEH! (Curhatan Seorang Fresh-jomblo #Part 1)

Let’s take a deep breath … Rasanya kek udah sewindu gue nggak nulis blog. Gue nggak bakalan banyak alesan sih. Karena alesannya emang cuma satu: males. Gue punya banyak waktu (secara gue fresh -jomblo) dan punya banyak cerita (curhatan pribadi). Tapi saat mau nulis barang secuil cerpen pun, gue langsung ketimpa hawa males itu sendiri. Mungkin keadaan ini disponsori oleh gaya nulis gue yang belakangan selalu berbau romance dan drama. Ya, gue akui bahwa gue kepengaruh sama keadaan hati (pas lagi bahagia- long time ago ) plus drama-drama Korea yang sukses bikin gue lupa makan, mandi, bahkan bobok. “Ah udahlah, Des, nggak usah banyak cingcong. Jujur aja kalo lo habis putus.” Tiba-tiba sebuah suara gaib membuat gue melirik ke sudut-sudut kamar. Iya, gue emang baru putus lima-enam bulan lalu. Iya, sama pacar-lima-tahun yang selalu gue banggain itu. Tapi sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur (tinggal tambahin ayam suwir, bawang goreng sama kuah opor) buat sarapan. Puj...

Candala

Terkisahlah seorang perempuan yang hidup tapi tak hidup. Redup. Seperti nyala lampu minyak yang dasarnya hampir kering. Dia dilahirkan seorang ibu tapi dia tak memilikinya. Ya  lebih baik menyingkir ketimbang harus berbagi ibu dengan orang asing. Dia tidak punya bapak, pun dalam dokumen kenegaraannya. Tetangga-tetangga sering menjadikan dia dan keluarganya bahan bergunjing saat ngumpul di tukang sayur atau arisan RT. Dia pintar. Tapi pintarnya itu tak lantas jadi pujian. Mereka justru semakin memojokkannya karena beda dari anggota keluarga lainnya--keluarga yang bahkan dia tak pernah memilikinya. Keluarga yang tidak bisa dia peluk karena sudah tercerai-berai sejak dia bahkan belum tahu dosa itu apa. Dia pintar. Karena dia pintar, dia bisa pergi berguru ke tempat yang jauh. Tapi mereka menganggap dia egois karena pergi sendiri meninggalkan keluarganya yang sengsara. Mereka tak tau sesengsara apa dirinya selama hidup dikelilingi oleh orang-orang bermulut linggis. Dia tidak cant...