Langsung ke konten utama

Lagi-lagi tentang Mimpi

Tidak semua keinginan bisa terpenuhi.
Satu kalimat itu yang selalu kuingat ketika aku gagal dalam melakukan atau mendapatkan sesuatu. Aku hanyalah manusia biasa di bawah kuasa Tuhan Yang Mahasegalanya. Aku hanya seorang makhluk lemah dan terbatas yang sayangnya punya mimpi setinggi langit. Aku sangat sadar dengan setiap impian yang kutuliskan. Jika semua orang di luar sana hanya akan menertawai mimpiku maka aku akan semakin yakin bahwa mimpi itu memang harus kuwujudkan. Dan jika aku berhasil melakukannya maka semua orang akan benar-benar tertawa, entah untuk apa, mungkin menertawai diri sendiri. Mudah saja. Dan aku hanya akan bersujud menyukuri semua itu.
Berada di tempat ini membuatku tidak nyaman. Tempat ini menenggelamkan semangatku untuk melangkah. Aku ingin cepat-cepat kembali ke tempatku seharusnya berada. Di sana aku menyadari diriku memiliki tanggung jawab untuk dijalankan. Aku bisa terus mengembangkan diri dan mengembangkan sayapku. Di sana aku dekat dengan kenyataan yang ingin kuwujudkan. Di sana tempat mimpi-mimpi digantungkan. Jika ada orang yang bilang kau tidak akan nyaman berada di mana pun saat kau merasa tidak nyaman di rumahmu sendiri, aku berani jamin itu salah. Aku nyaman di sana. Semakin jauh dari tempat yang kusebut rumah maka semangatku semakin tinggi. Aku merasa di sanalah tempatku seharusnya. Bukan maksudku untuk merasa senang meninggalkan keluarga yang aku sayangi, hanya sekarang ini belum saatnya aku bersama mereka. Nanti ketika mimpi jangka panjang pertamaku telah terwujud, maka cepat-cepat aku akan membangun rumah untuk mereka berkumpul. Aku akan memperbaiki semuanya agar kembali pada masa di mana kebahagiaan selalu ada di antara kami.


Jangan pernah takut untuk bermimpi.
Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.
Jangan pernah bilang aku belum punya mimpi.
Berani bermimpi berani mewujudkan.

Kalimat-kalimat itu seperti matahari dalam kehidupanku. Kalimat sederhana yang mampu membebaskan aku dari kurungan rasa malas. Saat aku membacanya di dinding kamarku aku menjadi teringat kembali dengan semua janji yang dan mimpi yang telah kutuliskan. Aku sadar semua tidak bisa kubuktikan sekarang, tapi aku yakin waktu pasti membantuku membuktikan. Tidak mungkin semua peluang dan cobaan yang telah kuterima tidak ada maksudnya. Pasti ada maksud di balik semua kejadian tidak menyenangkan yang telah kualami. Toh semua itu adalah campur tangan Tuhan. Tuhan sayang padaku. Tuhan ingin aku semakin kuat.

Komentar

  1. Cieee, rupanya desi skrng lg kangen depok, hmmm gue seneng bisa baca tulisan lo lg des :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cewek Korean Gue (Sepenggal Kesan tentang Dedare Sukeraje)

  Selamat pagi para pejuang penantian! Ciyeee yang lagi menanti-nanti sang pujaan hati… Sabar ya! Kalo kata gebetan gue, “sabarmu akan berbuah manis, Dik.” Tapi yo embuh asline yo, Mas ? Pas banget, kali ini gue mau cerita nih soal seseorang yang juara banget kalo soal urusan pernantian. Menantikan kehadiran sang jodoh misalnya. Ya gimana enggak, secara dia pemegang rekor menjomblo terawet di antara kita bertiga. Cewek yang nggak pernah galauin cowok. Nggak kek gue dan Cimut yang sering banget galau. Gapapa sih, asal nggak galauin lakik orang. XD So, ladies and gentlemen , mari kita sambut kedatangan dedare Sukeraje kitaaaa… Rika!   Rika gue ini adalah anak keempat dari empat bersaudara. Terus gue nggak tahan gitu deh buat nggak nyeritain sedikit hal ajaib tentang keluarganya. Jadi nama bapaknya Rika ini—yang sangat merepresentasikan hobinya, yaitu ngejailin anaknya sendiri dan teman-temannya yang dateng ke rumah—adalah Bapak Jailani. Emaknya nggak pernah terkalah

Cewek Setrong Gue (Sepenggal Kesan Tentang Gadis Minang Kesayangan)

Kuliah di kampus yang menyandang nama negara ini, membuat gue banyak kenal sama orang-orang yang berasal dari berbagai suku. Indonesia kita ini kaya, Men ! Multikultur! Mau nyari pasangan model gimana juga ada. Lebih banyak pilihan. Tapi lebih susah juga sih nebak-nebak siapa jodoh kita sebenernya. Pe-er banget dah nebak-nebak jodoh . Pokoknya gue bangga sama Indonesia tercintah! Nah, di bagian ini gue mau menceritakan seseorang yang tiga tahun belakangan ini deket banget sama gue. Ya jelaslah bukan pacar . Dialah gadis Minang gue. Namanya Mutia. Lebih sering dipanggil Cimut. Dialah cewek setrong gue. Yang bisa menahan badai PHP dan terpaan angin harapan. Alah... Meski gue dan Cimut beda suku, tapi kita berteman layaknya Teletubies. Iya, cuma dia yang sering peluk-peluk dan mau gue peluk-peluk. Kalo Rika mah sok-sokan nggak mau gitu. Padahal sama-sama nggak ada yang peluk juga . Mungkin terlalu lama berteman sama mereka adalah salah satu penyebab kenapa gue ketularan j

Seoul-mate!

Sial! Tinta dari pulpen yang kupegang menetes mengotori kertas catatan dan tangan kananku. Aku baru saja ingin mulai menulis dan tinta pulpenku bocor. Untuk beberapa saat aku sibuk membersihkan tinta yang menetes tadi dengan selembar kertas bekas yang kurobek dari halaman terakhir buku catatanku. Sekilas aku melirik sekeliling, untunglah tak ada yang memperhatikan kekonyolanku. Deg! Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang mengejutkan hatiku. Pikiranku langsung terhubung pada satu kenangan. Saat ketika kau merelakan seragam olahragamu untuk mengelap cat tembok basah yang tidak sengaja kusandari. Dulu momen itu tak berarti apa-apa tapi kini sakitnya luar biasa. Dan saat aku merobek-robek buku catatan lucuku karena kau menggambar aku dengan muka cemberut ketika aku sedang marah padamu tiga tahun lalu. Kini rasanya aku ingin menyatukan kembali robek-robekan itu.             Jumat siang, pukul setengah dua belas. Para lelaki muslim berjamaah menuju masjid kampus. Mereka lewat lobi perpustak